Geloranusa.com. Berdasarkan survei yang dilakukan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan di 8 taman nasional dan gunung menunjukkan terdapat 435 ton sampah milik pengunjung. Taman nasional di Indonesia saat ini mengalami darurat sampah. Sebagai bukti, berdasarkan hasil survei yang dilakukan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan di 8 taman nasional dan gunung pada periode 11 hingga 24 April, terdapat 435 ton sampah milik 150.688 pengunjung. Angka itu terjadi pada sepanjang tahun 2015.
Sebanyak 250 ton atau 53 persen di antaranya adalah sampah plastik yang membutuhkan waktu hingga 100 tahun untuk bisa terurai kembali. Pemandangan serupa juga terlihat di lereng Semeru. Sepanjangan tahun 2015, jumlah sampah yang terkumpul mencapai 38 truk.
Menurut Koordinator Sahabat Volunter Semeru (Saver), Cak Yo, masalah sampah di lereng Semeru yakni Ranupane, kian memburuk. Peningkatan volume sampah biasanya mengikuti pesatnya jumlah pengunjung yang naik ke lereng Semeru lewat pos Ranupane di Desa Ranupane Kecamatan Senduro, Kabupaten Lumajang, Jawa Timur.
"Dari 38 truk yang memuat sampah pada tahun 2015 hanya 8 truk saja yang bisa dijual kembali karena berbentuk plastik dan botol minuman serta menghasilkan uang," ujar Cak Yo yang ditemui Rappler pada akhir pekan kemarin.
Lalu, apa tanggapan pemerintah terhadap tindak pencemaran lingkungan ini? Dirjen Pengelolaan Sampah, Limbah dan Bahan Beracun Berbahaya Kemenhut di Ranupane, Tuti Hendrawati Mintarsih mengakui masalah serupa terjadi di semua taman nasional di Indonesia.
"Peringkat pertama sampah terbanyak ada di Gunung Rinjani yang menjadi salah satu gunung favorit para pendaki," ujar Tuti.
Sayangnya, menurut Tuti banyaknya sampah di tempat wisata alam tidak diikuti dengan sikap disiplin pengunjung dalam membuang sampah. Banyak jalur pendakian di lereng gunung yang terlihat kotor dengan sampah para pendaki.
Sementara, di saat bersamaan, tempat sampah yang ada di jalur pendakian menyulitkan petugas untuk memungut sampah secara berkala. Selain itu, jumlah petugas yang terbatas sulit membuat area taman nasional bersih dari sampah.
"Di sini saja (Taman Nasional Bromo Tengger Semeru), wilayahnya hanya 4 (kabupaten). Sementara, luas total mencapai sekitar 50 ribu hektar. Bagaimana kami bisa mengawasi semua?" tanyanya.
Bank sampah di lereng gunung
Untuk mengatasi permasalahan tersebut, pemerintah mengusulkan adanya sistem hukuman dan hadiah bagi para pendaki terkait kebersihan di lereng gunung. Pendaki harus mendata logistik mereka sebelum naik dan menyerahkan berbagai bungkus sisa logistik itu begitu tiba kembali di pos pertama.
"Jika ada pendaki yang terbukti bungkus sisa logistik terlalu sedikit dibawa ke pos, maka dia harus menerima hukuman. Misalnya dengan bersih-bersih sekitar lereng gunung," tutur Tuti.
Sedangkan pendaki yang membawa sisa bungkus logistik dalam jumlah banyak, maka bisa memperoleh hadiah berupa souvenir.
Selain itu, Kementerian tempat Tuti bekerja juga mengupayakan adanya bank sampah di taman nasional dan lereng gunung. Dia menargetkan ada 10 taman nasional yang diprioritaskan untuk memiliki bank sampah pada tahun 2016.
Nantinya, warga juga bisa ikut terlibat dalam proses pemilahan sampah dan menerima manfaat berupa tambahan pendapat dari sampah. Pemerintah, kata Tuti akan membantu memberdayakan masyarakat untuk bisa memilah sampah dan meningkatkan nilai manfaat sampah tersebut. Salah satunya dengan mengubah sampah menjadi kompos.
Hal itu, ujar Tuti untuk mewujudkan program jangka panjang Indonesia Bebas Sampah pada tahun 2020.
"Nanti, kami rencanakan semua taman nasional ada (bank sampah), Kemen LH dan Kehutanan baru digabung pada tahun kemarin, sehingga anggaran tahun ini masih masuk ke dalam anggaran perencanaan tahun 2015," kata dia.
Tapi pada tahun 2017, dua Kementerian itu sudah digabung, sehingga anggaran bank sampah bisa diusulkan.
sumber - Rappler.com
0 Response to "Taman Nasional Indonesia DARURAT Sampah!"
Posting Komentar