Geloranusa - Laut Cina Selatan terus menjadi incaran. Mengklaim 90% LCS sebagai wilayah mereka adalah ketamakan luar biasa dari Republik Rakyat Tiongkok (RRT). Saya termasuk yang tidak percaya dengan statement RRC bahwa mereka menghormati kedaulatan Indonesia. Kenapa mereka tidak melakukan hal serupa terhadap wilayah Vietnam, Filipina, dan Malaysia di LCS?
RRT memang sengaja mengulur waktu dengan tidak memberikan ketegasan tentang posisinya di LCS. Taktik mengulur waktu sambil memperkuat armadanya di LCS untuk melakukan effective occupation. Terbukti dengan sumberdaya matra laut yang sekarang melimpah mereka bercokol di banyak pulau/atol dan negara-negara ASEAN yang terlambat menyadari hal tersebut tidak bisa berbuat banyak.
Taruhlah RRT benar-benar menghormati kedaulatan indonesia bahkan sama sekali tidak mengutak-atik ZEE Indonesia. Tetap saja Indonesia harus bersikap dan berpendapat bahwa cara-cara klaim ala RRC di LCS tidak bisa dibenarkan. Indonesia tidak boleh menjadi bangsa oportunistik. Hanya karena wilayah teritorialnya aman lantas menutup mata terhadap berbagai manuver RRT yang sangat-sangat merugikan kepentingan ASEAN dan menyalahi adab hubungan internasional.
Jika sampai terjadi 90% wilayah LCS dikuasai RRT maka semua negara ASEAN akan kerepotan termasuk Indonesia. Bisa dipastikan RRT akan menerapkan ADIZ secara sepihak seperti yang merekan lakukan di Laut Kuning. Selain itu, penguasaan LCS akan membuat RRT tepat berada di jantung ASEAN. Mereka akan mempunya pijakan yang sangat strategis untuk melakukan ofensif ke seluruh wilayah Asia Tenggara. (by Xtrada).
Jika Indonesia bersikap opportunis dalam kasus LCS, dan membiarkan sebagian negara ASEAN bersiteru sendiri-sendiri dengan RRC, maka keberadaan Indonesia tidak ada artinya bagi negara-negara Asean lainnya.
Rencana dibukanya Masyarakat Ekonomi ASEAN, akan disambut dinging dan mungkin akan Rontok di tengah jalan, karena sikas Indonesia yang bermuka dua, untuk urusan ekonomi dan politik di ASEAN. Bagaimana Masyarakat Ekonomi ASEAN bisa diharapkan jalan ?.
Tidak ada manfaatnya bergabung dengan ASEAN bagi negara-negara anggota lainnya, karena Indonesia tidak menolong sama sekali.
Prinsip politik klasik yang sering kita dengar adalah, tidak ada teman abadi, melainkan kepentingan yang sama, yang bisa menyatukan orang atau dalam konteks ini, Negara. Model seperti ini sudah terjadi dengan NATO, hi nggak saat ini, dan Pakta Warsawa di era Uni Soviet yang kini bubar. Namun jangan lupa, Presiden Rusia Vladimir Putin, mencoba membangunnya kembali dengan skala terbatas.
Ada negara yang sebenarnya memiliki persoalan yang sama dengan Asean vis a vis RRC, yakni Jepang. Jepang yang juga memiliki sengketa lha an dengan RRC, berulang kali mencoba menyodorkan tangannya ke Indonesia dan ASEAN. Namun, uluran tangan Jepang ini masih disambut dingin atau linglung oleh Indonesia. Padahal jangan lupa, Jepang memiliki teman desk at Amerika Serikat yang telah memiliki komitmen akan berada di pihak Jepang, jika negara itu terlibat konflik militer dengan RRC.
Jaminan itu mau tidak mau harus dikeluarkan AS, karena jika jaminan itu tidak diperoleh oleh Jepang, maka sudah pasti Jepang akan mencari jalan keluar, dengan mulai memproduksi senjata nuklir, untuk melindungi diri dari ancaman RRC. AS tidak ingin Jepang maupun Korea Selatan, membuat senjata nuklir.
Melihat sikap RRC yang mulai ugal-ugalan di LCS, sudah waktunya bagi negara ASEAN untuk memperkuat kerjasama militer dan bisa melibatkan Jepang, serta Korea Selatan.
Mungkin langkah konkrit yang bisa dilakukan adalah patroli bersama di laut China Selatan atau bisa diperluas hingga ke Laut China Timur, untuk mengakomodir kepentingan Jepang.
Di saat yang sama, masing masing negara ASEAN harus memperkuat militernya. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, sempat mengatakan akan membangun kembali Militer Indonesia menjadi Macan Asia, seperti di era tahun 1960-an.
Macan ditakuti binatang lain, karena taring dan kukunya yang didukung oleh tenaga besar.
Tahun 1960-an, Indonesia menjadi makan Asia, karena memiliki taring berupa: Kapal penjelajah KRI Irian, Bomber TU-16, berbagai Rudal dan alutsista lainnya.
Jika Indonesia ingin kembali disebut macan, minimal komposisi alutsista seperti di era tahun 1960-an.
Sudah waktu ya TNI AU memiliki bomber sekelas TU 22 dan assault fighter bomber SU 34. Kedepannya pengadaan atau pangkalan dari bomber ini bisa dikordinasikan di wilayah negara ASEAN, dengan syarat, kecurigaan dan persoalan perbatasan di ant ara negara ASEAN, sudah diselesaikan lebih dahulu. Tidak ada jalan lain untuk mengimbangi kekuatan RRC yang mulai menjadi raksasa dunia dan ugal-ugalan di LCS, kecuali ASEAN bersatu, atau negara ASEAN akan tenggelam masing masing, atau Indonesia akan tetap berdiri sendiri namun dikucilkan negara tetangganya. Hidup segan, mati tak mau.
Sumber:http://jakartagreater.com/indonsia-asean-dan-lcs/
0 Response to "Indonesia Harus Pimpin ASEAN Kawal Laut China Selatan"
Posting Komentar