Geloranusa - Wakil Menteri Pertahanan Rusia Anatoly Antonov dua hari lalu mengatakan Negeri Beruang Merah itu akan bergabung dengan China dalam latihan militer di Laut China Selatan.
Menurut Antonov latihan militer gabungan dengan China itu akan berlangsung pada Mei 2016 mendatang. Latihan perang itu akan fokus pada kontra-terorisme dan keamanan di laut, seperti dilansir surat kabar Russian Today, Ahad (31/5).
Antonov juga menyatakan Rusia khawatir dengan meningkatnya ketegangan di Laut China Selatan dan dia menuding Amerika Serikat kian memperburuk situasi. Dia menuturkan kebijakan Washington selama ini diarahkan buat menyudutkan Rusia dan China.
"Kami khawatir dengan kebijakan Amerika di kawasan, terutama sejak belakangan ini makin menyudutkan Rusia dan China," kata Antonov.
Sebelumnya Jepang sudah menyatakan akan bergabung dengan latihan militer Amerika-Australia di kawasan Asia seiring meningkatnya tekanan terhadap China yang membangun pulau buatan di Laut China Selatan.
Menurut pengamat dari Institut Politik Ekonomi Amerika Serikat, Paul Craig Roberts, kondisi makin mencemaskan ini dipicu keinginan Negeri Paman Sam untuk menjadi negara hegemoni di dunia, seperti dilansir Russian Today, (13/5).
Gedung Putih, kata pria mantan asisten Departemen Keuangan Amerika itu, berusaha menghadang pengaruh negara-negara bersenjata nuklir seperti Rusia dan China.
Penulis sejumlah buku, seperti "How America Was Lost" itu mengatakan, propaganda dan agresi terang-terangan Amerika makin membuat Rusia dan China yakin bahwa Washington menginginkan perang. Kondisi itu juga kian memperkuat hubungan Rusia dan China.
Perayaan Peringatan Hari Kemenangan Perang Dunia Kedua pada 9 Mei lalu di Moskow memperlihatkan eratnya hubungan Rusia dan China. Presiden Xi Jinping duduk bersebelahan dengan Presiden Vladimir Putin menyaksikan parade militer di Lapangan Merah.
Menurut Roberts kondisi saat ini seolah-olah berarti harga dari perdamaian dunia adalah menerima hegemoni Amerika. Hal itulah yang kebanyakan diterima oleh negara di Eropa, seperti Jerman dan Prancis, serta Kanada, Jepang, dan Australia. Tapi Rusia dan China jelas tidak mau menerima itu.
"Jika perekonomian Amerika tidak merosot dan Eropa tidak berani memutus hubungan dengan Washington dan mengedepankan kebijakan luar negeri yang lebih independen, misalnya keluar dari NATO, maka perang nuklir tampaknya akan jadi masa depan umat manusia," kata dia.
Sumber:http://www.merdeka.com/dunia/rusia-gabung-china-di-laut-china-selatan-dunia-bakal-perang-nuklir.html
0 Response to "Pasukan Rusia Gabung Pasukan China, Inikah Gejala Perang Nuklir?"
Posting Komentar